10 Film Indonesia yang Mendunia
June 4th, 2012 Top 10
Setelah kesuksesan film laga Indonesia The Raid yang menampilkan Pencak Silat sukses di box office
Amerika Serikat dan Kanada serta 50 negara lainnya, film Indonesia
lainnya mulai mengikuti dan dilirik pasar internasional. Kesuksesan The
Raid juga membangkitkan semangat sineas-sineas di Indonesia.
Seperti film berjudul Modul Anomali
bahkan digarap khusus dengan menggunakan bahasa Inggris. Hal tersebut
dilakukan karena menargetkan pasar internasional.
Namun, tahukah Anda, sebelum The Raid :
Redemption sukses mendunia. Film Indonesia lainnya juga sempat sukses,
meski tidak secara komersil, namun telah mendapat banyak penghargaan di
berbagai ajang perfilman internasional.
Berikut dirangkum dalam 10 film Indonesia yang mendunia versi AmenRoom dot Com :1. The Raid : Redemption
The Raid merupakan film Indonesia pertama yang masuk box office Amerika Serikat (AS) dan pernah bertengger pada urutan 11 sebagai film yang paling banyak ditonton di bioskop AS. Film yang menonjolkan beladiri asli Indonesia yakni Pencak Silat ini diputar di 875 bioskop di AS. Selain di AS, film ini juga diputar dibeberapa negara lainnya. Mengutip dari Cekricek.com, The Raid telah menyabet 3 penghargaan bergengsi dunia, antara lain Cadillacs People’s Choice Award, Toronto International Film Festival 2011 dan The Best Film sekaligus Audience Award- Jameson Dublin International Film Festival.
Untuk diketahui, film ini diproduseri oleh Ario Sagantoro dan
disutradari oleh Evan H Garet serta dibintangi oleh Iko Uwais, Yayan
Ruhian, Ray Sahetapy, Joe Taslim, Dony Alamsyah, Pierre Gruno dan Tegar
Satrya. The Raid juga diikutkan dalam Festival Film Sundance 2012 dan
menjadi film favorit versi juri. Film ini juga dikabarkan akan diremake
(dibuat ulang) oleh Screen Gems, anak perusahaan Sony Entertainment.
Setelah hak siarnya di AS dibeli oleh Sony Pictures Classic, Sony
menggandeng Mike Shinoda dari Linkin Park sebagai penata musik (music
score) film tersebut.
2. Modus Anomali
Film yang diproduksi oleh Lifelike Pictures ini diproduseri Sheila Timothy dan dinilsi berhasil karena mendapat apresiasi positif di berbagai kancah film dunia. Setelah melakukan world premiere di festival film terbesar kedua di Amerika Serikat yakni South By Southwest (SXSW) 2012, di Austin, Texas pada 9-17 Maret 2012 lalu, film besutan sutradara Joko Anwar ini mendapat sorotan luas.
Film ini juga terpilih ditayangkan pada “Midnighters”, sebuah seksi
acara khusus yang menampilkan film-film terpilih bergenre fantastik
untuk ditayangkan pada tengah malam. Film yang dibintangi Rio Dewanto
ini juga mendapat tanggapan positif dari para kritikus dan blogger film
di Amerika.Film yang diproduksi oleh Lifelike Pictures ini diproduseri Sheila Timothy dan dinilsi berhasil karena mendapat apresiasi positif di berbagai kancah film dunia. Setelah melakukan world premiere di festival film terbesar kedua di Amerika Serikat yakni South By Southwest (SXSW) 2012, di Austin, Texas pada 9-17 Maret 2012 lalu, film besutan sutradara Joko Anwar ini mendapat sorotan luas.
Modus anomali sempat pula meraih
sejumlah penghargaan, antara lain Bucheon Award di Korea Selatan.
Setelah menyabet penghargaan bergengsi ini, beberapa investor film
mancanegara dikabarkan menyatakan ketertarikan mereka untuk dilibatkan
dalam proses produksinya.
Film Indonesia yang menggunakan bahasa
Inggris ini memang ditargetkan untuk pasar luar negeri. Film thriller
ini bercerita tentang seorang lelaki yang harus menyelamatkan
keluarganya yang hilang saat sedang berlibur di sebuah hutan. Di hutan
itu, dia harus berjuang menghindari kejaran seorang pembunuh misterius.
3. The Witness
Film Indonesia yang juga mendapat sambutan hangat di negara lain, adalah The Witness, film bergenre thriller. Film yang disutradarai Muhammad Yusuf ini sudah tayang di Filipina sejak 21 Maret lalu. Untuk pertama kalinya film Indonesia dapat tayang secara komersil di sana, tidak sebatas sebagai pengisi di festival film saja.
Film Indonesia yang juga mendapat sambutan hangat di negara lain, adalah The Witness, film bergenre thriller. Film yang disutradarai Muhammad Yusuf ini sudah tayang di Filipina sejak 21 Maret lalu. Untuk pertama kalinya film Indonesia dapat tayang secara komersil di sana, tidak sebatas sebagai pengisi di festival film saja.
Sebelum ditayangkan untuk umum, Cinema
Evaluation Board (CEB), sebuah badan resmi dari Dewan Pengembangan Film
Filipina, memberi nilai A untuk The Witness. Tak cuma itu, sejumlah
media Filipina bahkan berpendapat sineas-sineas Filipino harus belajar
membuat film dari Indonesia.
Tak hanya di Filipina, menurut produser Sarjono Sutrisno, The Witness
juga akan diputar di sejumlah negara Asia. “Rencananya Juni akan tayang
di Singapura, Malaysia, Brunei, Thailand, dan Dubai. Kami mau kuatkan
dulu di Asia,” ujarnya.Film untuk 18 tahun ke atas ini bercerita tentang seorang wanita bernama Angel (Gwen Zamora) yang dihantui mimpi aneh. Ia bermimpi ada pemuda mencoba bunuh diri dengan menembakkan senjatanya sendiri ke mulut. Film ini akan mulai diputar di bioskop Tanah Air pada 26 April 2012 mendatang. (dikutip dari Fajar.co.id)
4. Lovely Man
Lovely Man merupakan film Indonesia yang
masuk nominasi Osaka Asian Film Festival, Jepang bersama film Indonesia
lainnya yang berjudul Langit Biru. Fajar.co.id menulis bahwa
terpilihnya dua film dari Indonesia ini merupakan hal yang istimewa
karena setiap tahun Festival Film di Osaka hanya memilih satu film dari
masing-masing negara peserta. Menurut panitia, kedua film ini dinilai
layak masuk kualifikasi karena kualitas dan keunikannya. Pada ajang
tersebut akhirnya Lovely Man berhasil meraih penghargaan Best Actor
untuk Donny Damara
Film Lovely Man sempat diputar di
bioskop Cine Nouveau. Film yang disutradarai Teddy Soeriaatmadja ini pun
mampu menyedot cukup banyak penonton di Jepang yang tertarik dengan
film-film Asia berkualitas. Di dalam negeri sendiri, film ini meraih
penghargaan Pemeran Utama Pria Terbaik yakni Donny Damara pada ajang
Indonesian Movie Award (IMA) 2012.
Film ini pada dasarnya merupakan film keluarga yang menceritakan
hubungan ayah dan anak yang sudah lama tidak saling bertemu. Dalam film
ini disajikan sosok anak yang santun, berjilbab dan seorang lulusan
pesantren, yang akhirnya bertemu dengan sang ayah yang bergulat dengan
hidup yang keras sebagai waria di Ibukota Jakarta. Salah seorang
penonton Jepang berkomentar, “Film Indonesia lebih mudah dipahami dalam
menyampaikan pesannya, dibandingkan film Jepang yang selalu cenderung
rumitSementara itu, film musikal anak-anak Langit Biru diputar di Umeda Garden Cinema. Dalam film tersebut, sang sutradara, Lasja F. Susatyo, menggambarkan problema sehari-hari pada anak-anak di Jakarta dan cara mereka mengatasi masalah mereka sendiri. Salah satu tema yang diusung adalah soal perbedaan dan sikap saling menghargai perbedaan tersebut.
5. Meraih Mimpi (Sing to the Dawn)
Meraih Mimpi adalah film animasi Indonesia yang telah ditayangkan ke sejumlah negara, seperti Singapura, Malaysia, Timur Tengah, dan Rusia. Bahkan seperti dikutip dari Tempo Interaktif, Managing Direktur Kinema Systrans Multimedia yang memproduksi film tersebut menjelaskan bahwa film ini juga dipasarkan ke Jerman dan Eropa Timur.
Film ini merupakan film animasi tiga dimensi musikal pertama di Indonesia yang mengisahkan perjuangan kakak-adik, Dana dan Rai, dalam mempertahankan desa mereka yang hendak dihancurkan kontraktor bangunan.
Untuk diketahui, Meraih Mimpi dikerjakan oleh 100 animator lokal dari rumah produksi yang bermarkas di Batam dengan biaya produksi mencapai US$ 5 juta. Ide cerita diambil berdasarkan novel karya penulis Singapura, Minfong Ho, dengan judul Sing to the Dawn. Bukunya ditulis pada 1970-an dan menjadi literatur wajib di Singapura. Pemutaran perdana film ini bahkan bukan di Indonesia, melainkan di Singapura.
Pada penayangannya di Singapura film ini berjudul Sing to the Dawn dengan alih suara bahasa Inggris. Film ini memang ditargetkan dapat menembus pasar internasional. Setelah diputar perdana di Singapura pada Oktober 2010. Baru diputar di Indonesia september 2011.
Waktu jeda setahun itu, menurut General Manager Kinema Dewi Pintokoratri, digunakan untuk alih bahasa ke bahasa Indonesia. Karakter utama versi Indonesia diisi suara oleh Gita Gutawa dan penyanyi cilik Indonesian Idol, Patton. Pemutaran di Singapura, film ini hanya mampu meraup 300 ribu penonton.
6. Daun di Atas Bantal
Daun
di Atas Bantal merupakan film Indonesia yang digarap pada tahun 1998
dan disutradarai Garin Nugroho. Film ini cukup mendunia dengan beberapa
penghargaan Internasional. Mengutip dari Wikipedia.Org, film ini
menceritakan tentang seorang ibu yang bernama Asih (Christine Hakim)
beserta tiga orang anaknya Heru, Sugeng, dan Kancil yang tinggal di
jalanan kota Yogyakarta, Indonesia. Film ini diproduksi rumah produksi milik
Christine Hakim yakni Christine Hakim Film. Meski seharusnya selesai
pada bulan Oktober 1997, tetapi akibat krisis ekonomi di Indonesia,
akhirnya film ini diselesaikan di Australia. Dana penyelesaian datang
dari beberapa sumber seperti Hubert Bals Fund, NHK dan RCTI. Film ini
juga sudah dibuatkan untuk versi TV-nya.
Masih menurut Wikipedia, Cerita ini berfokus di mana ketiga anak ini
hidup dari menjual ganja dan hidup di jalanan dengan harapan bisa keluar
dari kemiskinan mereka. Akar dari permasalahan mereka sebenarnya akibat
Asih selalu tidak menghiraukan mereka. Setiap malam ketiga anak ini
selalu berkelahi untuk memperebutkan Bantal Daun kepunyaan Asih. tetapi
harapan mereka pupus, ketika takdir mereka berakhir tragis.
Adapun penghargaan yang telah diraih film ini yakni
Asia-Pacific Film Festival – 1998 – Best Actress – Christine Hakim
Asia-Pacific Film Festival – 1998 – Best Film
Singapore International Film Festival – 1999 – Unggulan dalam kategori Silver Screen Award Best Asian Feature Film – Garin Nugroho
Tokyo International Film Festival – 1998 – Special Jury Prize – Garin Nugroho
Asia-Pacific Film Festival – 1998 – Best Actress – Christine Hakim
Asia-Pacific Film Festival – 1998 – Best Film
Singapore International Film Festival – 1999 – Unggulan dalam kategori Silver Screen Award Best Asian Feature Film – Garin Nugroho
Tokyo International Film Festival – 1998 – Special Jury Prize – Garin Nugroho
Film Pasir Berbisik disutradarai oleh
Nan Achnas. Pada film ini, diperlihatkan keindahan Gunung Bromo yang
luar biasa. Selain itu, film ini didukung oleh aktris senior Christine
Hakim dengan aktris pendatang baru waktu itu, Dian Sastro Wardoyo.
Akting keduanya dinilai pengamat film
sangat memukau. Artis senior lainnya yang mendukung film ini yakni Didi
Petet, Dik Doank, Slamet Raharjo, Mang Udel, dan Dessy Fitri.
Pasir Berbisik mampu meraih penghargaan
internasional, seperti Best Cinematography Award, Best Sound Award, dan
Jury’s Special Award for Most Promising Director untuk Festival Film
Asia Pacifik 2001, artis wanita terbaik, Festival Film Asiatique
Deauville 2002. Artis wanita terbaik pada Festival Film Antarbangsa
Singapura ke-15.
8. Laskar Pelangi
https://www.google.co.id/search?q=laskar+pelangi&ie |
Laskar Pelangi yang disambut baik di Indonesia juga memdapat sambutan
positif di dunia internasional. Film yang diadopsi dari novel laris
karya Andrea Hirata dengan judul yang sama juga menjadi salah satu film
yang diputar pada festival film international fukuoka 2009 di Jepang.
Setelah kesuksesan penayangannya di
bioskop tanha air, negara lain seperti Spanyol, Italia, Namibia,
Hongkong, Singapura, Jerman, Amerika, Australia, dan Portugal juga ikut
menayangkan film tentang mimpi 10 anak di desa terpencil dalam mengenyam
pendidikan tersebut.
Film ini akhirnya meraih penghargaan the
Golden Butterfly Award untuk kategori film terbaik di International
Festival of Film for Children dan Young Adults di Hamedan, Iran.
Penghargaan internasional lainnya, yakni pernah menjadi nominasi film
terbaik di Berlin International Film Festival tahun 2009, serta editor
terbaik asian film 2009 di Hongkong.
Film yang disutradarai Riri Riza itu juga pernah diputar di Barcelona
Asian Film Festival 2009 di spanyol,singapore international film
festival 2009, 11th Udine Far East Film Festival di Italia, dan Los
Angeles Asia Pacific Film Festival 2009 di Amerika Serikat.9. Denias, Senandung di Atas Awan
https://www.google.co.id/search?q=denias |
Film yang disutradari oleh John de Rantau dan diproduksi pada tahun
2006 ini, dibintangi oleh Albert Thom Joshua Fakdawer, Ari Sihasale, Nia
Zulkarnaen dan Marcella Zalianty.
Film ini juga berhasil masuk seleksi panitia Piala Oscar tahun 2008.
Dikutip dari Wikipedia, Film ini menceritakan tentang perjuangan seorang
anak suku pedalaman Papua yang bernama Denias untuk mendapatkan
pendidikan yang layak. Seluruh setting lokasi dilakukan di pulau
Cendrawasih ini. Cerita dalam film ini merupakan adaptasi dari kisah
nyata seorang anak Papua yang bernama Janias.
Sebuah film yang harus ditonton oleh mereka yang mengaku peduli
dengan dunia pendidikan di Indonesia. Sebuah film yang dapat membuka
pandangan kita tentang betapa pendidikan yang layak di negeri ini masih
sangat mahal, masih sangat rumit dan masih banyak terjadi
diskriminasi-diskriminasi yang tidak masuk akal. Dalam film ini juga
dapat kita lihat keindahan provinsi Papua yang berhasil direkam dengan
begitu indahnya.
The Photograph dirilis pada tahun 2007.
Film yang disutradarai oleh Nan Achnas ini sempat juga akan masuk
seleksi panitia Piala Oscar tahun 2008 untuk kategori film asing, meski
yang akhirnya terpilih hanya film Denias, Senandung di Atas Awan saja.
Film ini dibintangi antara lain oleh Indy Barends, Kay Tong Lim, dan
Shanty.
The Photograph juga pernah ditayangkan pada ajang Festival Film Internasional Pusan (PIFF) ke-12 di Korea Selatan.
No comments:
Post a Comment